Dengan Predikat Cumlaude, Hudi Yusuf, S.H., M.H Resmi Sandang Gelar Doktor S3 di Universitas Borobudur

Jakarta, Merdekaonlinetv.id – Praktisi hukum Hudi Yusuf, S.H., M.H berhasil meraih gelar doktor (S3) dalam bidang ilmu hukum dari Fakultas Hukum Universitas Borobudur dengan hasil predikat kelulusan cumlaude dengan IPK 3,8.

Gelar tersebut diperolehnya setelah menjalani sidang terbuka promosi doktor yang berlangsung di Kampus A, Gedung D Universitas Borobudur, Jalan Raya Kalimalang, Jakarta Timur, Rabu (30/4/2025).

Dalam sidang terbuka dihadiri dewan penguji diantaranya, Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H, Prof. Dr. H. Faisal Santiago, S.H., M.M, Prof. Ir. H. Bambang Bernanthos, Msc, Dr. Evita Isretno Israhadi, S.H., M.H., MSi, Dr. Anak Agung Sagung Ngurah Indradewi, S.H., M.H dan Prof. Dr. Henny Nuraeni, S.H., M.H.

Dalam sidang terbuka tersebut, Hudi (promovendus) yang juga pengacara dan dosen di Universitas Bung Karno (UBK) berhasil mempertahankan disertasinya berjudul ‘Model Penguatan Restorative Justice Dalam Mewujudkan Penegakan Hukum yang Berkeadilan di Indonesia’.

Dalam disertasinya itu, Hudi mengulas bahwa penerapan penegakan Restorative Justice di Indonesia sangat tidak sederhana dan mahal pembiayaan, terlebih adanya kelemahan dalam peraturan (peraturan yang bersifat sektoral).

“Berbeda dengan penerapan penegakan Restorative Justice diberbagai negara yang memiliki peraturan perundangan-undangan Restorative Justice yang terintegrasi dengan KUHP,” terang Hudi disaat menjawab pertanyaan salah satu dari dewan penguji nya.

Memang banyak sekali kelemahan-kelemahan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia diantaranya, biaya besar, over capacity lembaga pemasyarakatan, tidak adanya efek jera bagi narapidana, keadilan yang semu dan lain-lain.

Oleh karena nya, lanjut Hudi, di Indonesia harus ada penguatan undang-undang atau membuat undang-undang baru dengan sumber daya manusia (Aparat penegak hukum) yang kuat tidak mudah menerima grarifikasi serta penguatan dengan membuat lembaga penegakan hukum atau rumah Restoratife.

“Dengan semua itu, makan saya menyimpulkan untuk mencabut peraturan-peraturan yang bersifat sektoral dan segerakan membuat UU Khusus atau revisi UU lembaga Restorative Justice atau Rumah Restoratif,” tegasnya.

Sebagai penutup, hal terpenting adalah perlunya kerjasama dan pelatihan hukum dengan negara lain, dengan harapan mendapatkan model-model terbaik dalam penerapan keadilan restoratif. (SR)

Exit mobile version